Kisah Sukses Eks TKW, Mengimpor Tempe (Bukan dari Kedelai) Hasil Buatannya Sampai ke Hong Kong

Produsen tempe di pedalaman Ponorogo tidak pernah sekalipun terdampak kenaikan harga kedelai. Tidak heran, tempe buatan perajin Ponorogo ini terbuat dari biji koro bukan kedelai. Tempe ini dikenal dengan sebutan tempe benguk soal rasa tempe benguk tidak jauh berbeda dengan tempe kedelai pada umumnya, rasanya lebih gurih dan beraroma rempah.

Adalah Pusparini yang merupakan eks TKW asal Desa Singkil, Kecamatan Balon, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur yang kini sangat terkenal karena olahan tempe bukan dari kedelai ini. Mudah mencarinya, karena di depan rumahnya terbentang spanduk bertuliskan “Padepokan Tempe Benguk”.

Banyak pembeli yang datang untuk membeli tempe benguk dan gorengan lain yang dijual Pusparini. “Yang paling laku untuk takjil ya tempe benguk, ini dari biji koro atau disebut benguk,” ujar Pusparini.

Eks TKW tersebut juga menjelaskan selain bahan dasar, pembuatan tempe benguk juga berbeda dengan tempe kedelai. Jika tempe kedelai dibuatnya cuma sehari, tempe benguk dibuat 3 hari 2 malam. Dia menjelaskan bahwa dalam sehari, warungnya bisa menghabiskan 3 sampai 5 kg benguk, sehari bisa menjual 100 hingga 500 bungkus tempe benguk.

“Satu hari bisa dapat Rp 400 ribu, bisa juga dapat Rp 700 ribu apalagi tahun baru bisa lebih dari Rp 700 ribu,” kata eks TKW ini. Menurutnya, tempe benguk ini enggak hanya dikonsumsi oleh warga sekitar bahkan tempe benguk buatannya sudah berhasil diimpor ke luar negeri salah satunya Hongkong.

Untuk ke Hongkong, Pusparini biasa mengirim sampai 300 buah sekali kirim. “Caranya tempe benguk digoreng sangat kering kemudian dibungkus dengan plastik dan dikirim. Awet kok, hampir sebulan sekali kirimnya,” pungkasnya.